Kamis, 21 Desember 2023

Appreciation Post

Bermula di tahun 2016, saat aku masih buta arah di negeri antah berantah.

Ia hadir, menggenggam tanganku, menunjukkan peta arah.

Saat aku mulai bisa berjalan tanpa bantuan, rasa gembira itu muncul. Buncah. Tak tertahan.

Mencari 'jati diri' dg berlari, dan mulai berani melepas pegangan.


2017.

Katanya, jangan berlari terlalu kencang, berjalanlah dg hikmah. Temukan pelajaran di setiap perjalanan.

Aku abai.

Berlari ternyata menyenangkan.

Toh, buat apa berjalan jika saat ini aku bisa 'terbang'?


Masih di 2017.

Lagi lagi, nasihat itu benar.

Ternyata aku yg terlalu sombong untuk mengaplikasikan.


2017.

Aku terjatuh. Sayap ku retak.

Sakit sekali.

Kepercayaan diriku untuk terbang anjlok hingga minus 100%


Ia datang.

Membalut sayapku dalam diam.


Aku menangis sesenggukan.

Tetap tak diucapkan olehnya satu pun pesan.

Ia hanya menepuk kepalaku perlahan.

Meninggalkan obat obatan, lalu pulang.


2018.

Aku tertatih tatih belajar untuk kembali berjalan.

Menutup telinga atas semua ucapan penyemangat dg tatapan penuh kasihan.


2018.

Tahun itu, aku belajar, bahwa ada hal yg lebih sulit dibanding terbang.

Hal itu, bangkit dari keterpurukan.


2018.

Sudah tak terhitung berapa kali aku menyalahkan diri sendiri.

Sudah tak terhitung, berapa kali aku mengusap mata dalam sepi.

Ternyata, begini rasanya sendiri.


2018.

Di suatu sore, ia duduk di bangku taman.

Tersenyum melihat ku berlatih jalan.

Menyodorkanku sepotong roti dan minuman.

Menatap mataku lama. Menepuk kepalaku. Lalu pulang.


2018.

Tak ada ucapan penyemangat ataupun saran.

Namun aku dapat membaca sorot matanya.

Satu satunya pemilik mata yg tak pernah memancarkan sorot kasihan.


Kairo, 08 Januari 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beasiswa Kampus 101

Halooo!  Jum'ah Mubaarak Everyone, semoga semua sehat sehaat yaa:) So, karena beberapa orang tanya ke aku ttg apply beasiswa* di kampus,...